Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Thu Jun 10, 2010 7:10 pm
KSAU: TNI akan Beli Empat Pesawat Tanpa Awak. Pontianak (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufa`at mengungkapkan bahwa Tentara Nasional Indonesia akan membeli empat unit pesawat tanpa awak untuk memperkuat kemampuan pemantauan kawasan perbatasan Indonesia.
"Empat pesawat tanpa awak itu, di antaranya akan ditempatkan di Lanud Suryadarma dan Lanud Supadio mulai tahun 2011," kata KSAU Imam Sufa`at dalam jumpa pers di Pontianak, Jumat.
Pesawat tanpa awak itu yang pertama di Indonesia, karena hingga kini Indonesia belum mempunyai pesawat jenis tersebut. Pesawat itu nantinya untuk memperkuat pemantauan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, kata Imam.
Menurut dia, pesawat tanpa awak mempunyai fungsi yang sangat strategis. "Di negara maju, pesawat ini dapat dioperasikan dari jarak jauh," katanya.
Selain itu, lanjut dia, dapat dipersenjatai serta dilengkapi dengan peralatan pendeteksi untuk kondisi malam dan siang hari.
Pesawat tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemantauan aktivitas ilegal, di antaranya pengawasan penebangan hutan secara liar, pencurian ikan, dan kawasan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Misalnya di Papua membutuhkan pesawat tersebut, maka pesawat tanpa awak bisa diangkut menggunakan Hercules beserta peralatannya untuk dibawa kesana.
"Sangat bermanfaat sekali pesawat tanpa awak itu untuk menjaga NKRI," katanya.
Dalam kesempatan itu, KSAU juga mengatakan, pada tahun 2010 TNI AU juga akan membangun radar militer di Marauke yang diperkirakan mulai operasi Nopember, Saumlaki di Kepulauan Maluku dekat Ambon, Timika dan Kota Singkawang, tahun 2011 mendatang.
Kemudian juga akan ditempatkan radar militer, yakni di Kupang dan Bali, Morotai, kata Imam.
Pesawat tanpa awak/UAV (photo : karbol)
spesifikasi uav pt di
Pelatuk, UAV buatan BPPT
UAV Gagak
TUAV Smart Eagle II
UAV Wulung BPPT
Bangga bercampur haru saat saya ikut technical presentasi yang diberikan PT. Aviator Teknologi Indonesia (PT.ATI) diacara Indo-Defense 2008 lalu. Bagaimana tidak, teknologi yang mestinya sudah kita kuasai 15 tahun lalu kini sudah diwujudkan. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
Sebenarnya penelitian dan pengembangan (Litbang) sudah cukup lama dilakukan, yakni dari tahun 2000 yang dirintis pertama kali oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Salah satu perusahaan yang ikut digandeng BPPT adalah PT.ATI.
Hingga kini kerjasama masih terjalin, terutama dalam hal sarana dan prasarananya. Seperti perangkat keras serta system yang digunakan di pesawat nir-awak ini. Prototype pertama PT.ATI pernah diperkenalkan di penghujung tahun 2005, dengan menampilkan pesawat TUAV (Tactical Unmaned Aerial Vehicle) pertamanya. Smart Eagle I.
Hasil Litbang BPPT pun kini sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan telah dibuatnya beberapa prototype PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak), sampai dengan sekarang sudah ada 10 unit dengan tiga varian yang dibuat. Yakni varian Pelatuk, Gagak dan Wulung, dengan kelebihan masing-masing.
PUNA Banyak kemajuan pesat dari perkembangan PUNA sampai dengan saat ini, salah satunya kemampuan terbang terintegrasi (oto-pilot). Dimana heading, bearing, ketinggian dan lain sebagainya bisa di input-by-system kedalam 'otak' PUNA.
Selain itu unit Ground-Control-station juga mampu mengendalikannya secara manual hingga melewati garis batas horison, sekitar 40-60Km. Rencananya tahun 2009 nanti jarak jangkau PUNA akan ditingkatkan hingga mencapai 120Km dengan ketinggian operasional hingga 2.300 meter.
Berkat kemampuannya ini PUNA dikatakan cocok untuk misi pengintaian, pemotretan atau kegiatan militer lainnya.
PUNA ditenagai oleh mesin 'Limbach' buatan Jerman berbahan bakar Oktan tinggi (Pertamax Plus), dengan kapasitas tangki hingga 40 liter. Dalam uji cobanya, untuk 1 jam terbang memerlukan konsumsi bahan bakar sekitar 9 liter.
Smart Eagle
Produk UAV PT.ATI lebih dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan Militer, seperti : real-time-intelegence, surveillance, reconnaissance, target acquisition, artilery support dan lainnya. Salah satu andalannya adalah TUAV Smart Eagle II (SE II).
Berbeda dengan pendahulunya, SE II jauh lebih baik performanya bahkan dengan PUNA sekalipun. Jarak jangkau operasionalnya mencapai 150Km dari Base-station. Begitu pula desain, sistem komunikasi dan kendali, mobilitas, payload, operational-cost serta sangat mudah pengoperasiannya.
Secara garis besar UAV pisahkan dalam tiga bagian, yakni wahana udara (air vehicle), muatan (payload), dan stasiun pengendali (ground control station). Ketiga bagian ini kini makin disempurnakan, terutama dalam hal engine dan perangkat elektronisnya.
SE II menggunakan mesin 2 tak berdiameter 150cc, dengan tingkat kebisingan rendah. Untuk kapasitas tangki penuh bahan bakar SE II mampu terbang hingga 6 jam.
Perangkat elektronispun tak kalah lengkapnya, selain perangkat avionik penerbangan SE II juga dilengkapi dengan color TV camera dengan kapabilitas pembesaran gambar yang lebih baik dan jelas. SE II juga mampu beroperasional di malam hari dengan menggunakan Thermal Imaging System (TIS) Camera untuk opsi penginderaannya.
Panjang badan SE II mencapai 3,6 meter, rentang sayap 4,8 meter dan tinggi (dari permukaan tanah hingga ujung sirip ekor sekitar 1 meter. Dengan bobot kosong 65Kg dan bobot maksimum tinggal landas (maximum take-off weight) 100Kg, dengan mengusung beban muatan seberat 20Kg
Tempo terbang SE II mencakup dua jam menuju dan pulang dari tempat operasi serta empat jam untuk beraksi. Bermodal bahan bakar bensin sebanyak 20 liter/ 15Kg, SE II mampu terbang setinggi 30Km dengan kecepatan jelajah normal (cruise speed) 120Km/jam. Namun dalam kondisi darurat kecepatan terbang SE II dapat digenjot hingga 150Km/jam agar bisa menjangkau lokasi sejauh 300 kilometer.
Pabrik Pesawat di Arcamanik Apa yang Anda bayangkan jika sebuah industri rumahan (home industry) tidak lagi sekadar membuat suku cadang sepeda motor atau mobil, tetapi juga membuat pesawat terbang? Bukan hanya mengerjakan satu komponen, tetapi seluruh pesawat terbang secara utuh!
Ini bukan fantasi, tetapi nyata. Pabrik pesawat itu ada di Indonesia, tepatnya di Jalan Aeromodelling 4, Arcamanik, Bandung Timur. Ia berada di halaman sebuah rumah penduduk. Mungkin Gubernur Jawa Barat atau Bupati Bandung tidak pernah tahu keberadaan pabrik pesawat rumahan ini.
”Kalau mereka tahu, tentu ada sedikit perhatian,” kata Jaka Prahasta, Kepala Produksi PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI), saat kami temui di pabrik pesawat, pertengahan Desember 2007.
Memang bukan pesawat terbang biasa yang bisa mengangkut penumpang, tetapi industri rumahan pembuat pesawat tanpa pemandu yang disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Dibilang pesawat mini juga tidak, sebab UAV ini punya bentangan sayap 3 meter, panjang badan 2,6 meter, dan berat 20 kilogram, termasuk kamera di dalamnya. Terbuat dari bahan fiberglass yang dicetak di pabrik itu, UAV dapat terbang pada ketinggian 1.000 meter selama 2 sampai 3 jam dengan kecepatan maksimal 150 kilometer per jam.
Berbeda dengan pesawat remote control manual, UAV yang bertenaga listrik 12 volt dapat terbang mandiri berkat navigasi GPS yang sudah ditanam di tubuhnya. Pengendali jarak jauh dua tongkat dengan enam saluran hanya digunakan saat pesawat take off dan landing. Selebihnya, ia terbang mandiri mencari titik-titik koordinat yang sudah ditentukan sebelum ia terbang dengan menggunakan peta gratisan Google Earth.
Aplikasi UAV tidak berhenti pada pemantauan kebakaran hutan, pencarian korban kecelakaan, pengamatan lalu lintas maritim, pencarian kandungan mineral bawah tanah, atau pengawasan titik semburan lumpur Lapindo, misalnya, tetapi bisa dikembangkan untuk keperluan pesawat mata-mata.
Di rumah penduduk yang sebagian halamannya dijadikan pabrik, diproduksi pula belasan tipe pesawat terbang aeromodelling untuk olahraga dan hobi, mulai pesawat helikopter sampai pesawat tempur, yang dikerjakan oleh 12 teknisi lulusan STM. Harga per pesawat Rp 15 juta hingga Rp 25 juta. Namun, bisnis inti yang serius digarap adalah UAV.
Saat Kompas berkunjung ke industri rumahan pesawat terbang itu, satu UAV pesanan sebuah lembaga riset Malaysia sudah selesai dibuat. Tanggal 24 Desember 2007, UAV yang kemudian diberi nama Kujang ini berhasil menjalani tes terbang di Lanud Sulaeman, Bandung. Kujang—yang merupakan senjata khas Sunda—mengudara selama 30 menit, berhasil menelusuri rute yang ditentukan tanpa kendali radio, sampai mendarat selamat.
Kembangkan logika Siapa otak di balik lahirnya UAV yang berteknologi tinggi made in Arcamanik ini? Dialah Endri Rachman, pelarian PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sejak delapan tahun lalu hijrah ke Malaysia untuk mengembangkan keahliannya sebagai pensyarah alias dosen.
Kompas masih mencatat ucapan pria lulusan S-2 Technical University of Brunswick, Jerman, spesialis model autopilot ini saat ditemui satu tahun lalu. ”Saya ingin memproduksi UAV dengan logika autopilot di Indonesia, tepatnya di Bandung,” katanya (Kompas, 29/12/2006). Rupanya ia membuktikan ucapannya itu!
Tidak nasionalis? ”Terserah orang mau bilang apa. Saya ini warga negara Indonesia. Kalau saya tidak nasionalis, saya pasti tidak akan membangun pabrik pesawat ini di Arcamanik, tetapi di Malaysia. Adanya pabrik pesawat ini justru agar Malaysia tidak mengklaim UAV yang saya kembangkan sebagai miliknya,” kata Endri saat ditemui di kantor pengembangan peranti UAV di sebuah ruko di Jalan Cihampelas, Bandung.
Untuk mewujudkan niatnya, Endri bersama rekan-rekan alumni IPTN mendirikan PT GTSI dengan modal awal yang menurut dia tidak sampai Rp 300 juta. Di lantai dua ruko bekerja teknisi pesawat terbang yang rata-rata jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan IPTN. Ada Asep Permana, jebolan Jerman dan IPTN di pengembangan bisnis. Ada Widyawardana, jebolan Teknik Elektro ITB di pengembangan sistem avionic UAV. Juga ada Muhajirin, manajer drawing yang mendesain rekayasa bentuk UAV. Endri sendiri bertindak selaku direktur utama.
Mengapa dengan modal yang tidak bisa dibilang besar Endri dan kawan-kawan berani melakukan langkah besar dengan mendirikan pabrik UAV di Indonesia? Jawabannya adalah ”nama besar”, yakni nama besar Endri sebagai inovator pesawat yang laku dijual di Malaysia. Orang Malaysia yang memesan UAV pertamanya pun berani memberi panjar 70 persen dari harga UAV.
”Yang kami kembangkan adalah logika. Dengan demikian, kalau bicara software bukan hanya untuk UAV saja. Umumnya bisa diterapkan pada benda bergerak lainnya, seperti kapal selam tanpa awak atau bahkan peluru kendali yang tidak bisa terjangkau pandangan mata,” katanya.
Kumpulan ”teknopreneur” Asep dan kawan-kawan di PT GTSI punya cita-cita besar, yakni menghimpun kembali para alumnus IPTN yang kini banyak berserakan di medan usaha di luar pesawat terbang sekadar, yang disebutnya ”teknopreneur”. Sudah bukan rahasia umum, selepas IPTN goyah seiring selesainya BJ Habibie mengabdi di pemerintahan, para teknisi andal IPTN banyak terserak (diaspora) di beberapa tempat.
Sebagian besar lari ke luar negeri, seperti halnya Endri ke Malaysia. Ada pula yang bertahan di dalam negeri. Asep menyebut beberapa nama, antara lain Husin, ahli helikopter andal, yang kini menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Juga ada Lian Darmakusumah, mahasiswa terbaik lulusan aeronotika Perancis, yang kini berwirausaha.
Untuk mewujudkan langkah itu, PT GTSI mengakuisisi sebuah bengkel yang sebelumnya hanya mengerjakan pesawat aeromodelling. Pesawat kendali untuk hobi ini tetap dipertahankan. Pilihan mengembangkan UAV tidaklah keliru. Endri mengaku sudah menerima pesanan baru, juga dari Malaysia, untuk mengerjakan Kujang 2.
Perusahaan ini pun siap membuka cabang di Malaysia, sekadar mendekatkan diri kepada konsumen. Negara lain yang berpotensi sebagai pemesan adalah negara-negara Arab, seperti Uni Emirat Arab, yang sudah menyatakan minatnya memesan UAV.
”Pesanan boleh datang dari mana pun, tetapi pabrik UAV tetap harus ada di sini, di Arcamanik ini,” kata Endri.
UAV Produksi PT Globalindo Tech.
SUMBER : BERMACAM SUMBER BERITA.
DARI BERBAGAI PRODUK PUNA INDONESIA HARUS BISA DIKEMBANGKAN SEPERT INI.
MQ9 REAPER UAV.
OVERVIEW
- The MQ-9 Reaper (originally the Predator B) is an Unmanned Aerial Vehicle (UAV) (also known as a Remotely Piloted Vehicle (RPV)) developed by General Atomics Aeronautical Systems (GA-ASI) for use by the United States Air Force, the United States Navy, Italian Air Force, and the Royal Air Force. The MQ-9 is the first hunter-killer UAV designed for long-endurance, high-altitude surveillance
- Although the MQ-9 can fly pre-programmed routes autonomously, the aircraft is always monitored or controlled by aircrew in the Ground Control Station and weapons employment is always commanded by the pilot. Hence the preference to refer to the MQ-9 as a Remotely Piloted Vehicle
- Operators can hunt for targets and observe terrain using a number of sensors, including a thermal camera. One estimate has the on-board camera able to read a license plate from two miles (3.2km) away
- An operator’s command takes 1.2 seconds to reach the drone via a satellite link
- An MQ-9 with two 1,000 pound (450 kilogram) external fuel tanks and a thousand pounds of munitions has an endurance of 42 hours. The Reaper has an endurance of 14 hours when fully loaded with munitions
- The MQ-9 carries a variety of weapons including the GBU-12 Paveway II laser-guided bomb, the AGM-114 Hellfire II air-to-ground missiles, the AIM-9 Sidewinder. and recently, the GBU-38 JDAM (Joint Direct Attack Munition).
MILESTONES
- In October 2001, the U.S. Air Force signed a contract with GA to purchase an initial pair of Predator B-003s for evaluation, with follow-up orders for production machines. The first test MQ-9s were delivered to the Air Force in 2002
- On 18 May 2006, the Federal Aviation Administration (FAA) issued a certificate of authorization that allows the MQ-1 and MQ-9 aircraft to fly in U.S. civilian airspace to search for survivors of disasters. Requests had been made in 2005 for the aircraft to be used in search and rescue operations following Hurricane Katrina but, because there was no FAA authorization in place at the time, the planes were not used
- In September 2007, the MQ-9 deployed into Iraq at Balad, the largest U.S. air base in Iraq. On 28 October 2007 the Air Force Times reported an MQ-9 had achieved its first “kill”, firing a Hellfire missile against “Afghanistan insurgents in the Deh Rawood region of the mountainous Oruzgan province
- In April 2008, British special forces were forced to destroy one of the two Reapers operating in Afghanistan to prevent sensitive material falling into the hands of the Taliban after it crash landed.
- As of 2009 the U.S. Air Force’s fleet stands at 195 Predators and 28 Reapers.
NASA VERSION.
SPECIFICATIONS • Crew: None • Landing Type: runway • Launch Type: runway • Power Plant: Honeywell TP331-10 turboprop engine, 950 SHP (712 kW) • Fuel Capacity: 4,000 lb (1800 kg) • Wingspan: 66 ft (20 m) • Height: 12.5 ft (3.6 m) • Empty weight: 3,700 lb (2200 kg) • Max takeoff weight: 10,500 lb (4760 kg)
PERFORMANCE • Service ceiling: 50,000 ft (15 km) • Operational altitude: 25,000 ft (7.5 km)[59] • Endurance: 14–28 hours (14 hours fully loaded)[60] • Range: 3,200 nmi (5,926 km, 3,682 mi) • Payload: 3,800 lb (1,700 kg) • Internal: 800 lb (360 kg) • External: 3,000 lb (1,400 kg) • Maximum speed: 260 knots (482 km/h, 300 mph) • Cruise speed: 150–170 knots (276–313 km/h, 172–195 mph)[61]
WEAPONS AND ARMAMENTS • 7 Hardpoints • Up to 1,500 lb (680 kg) on the two inboard weapons stations • Up to 750 lb (340 kg) on the two middle stations • Up to 150 lb (68 kg) on the outboard stations • Center station not used • Up to 14 AGM-114 Hellfire air to ground missiles can be carried or four Hellfire missiles and two 500 lb (230 kg) GBU-12 Paveway II laser-guided bombs. The 500 lb (230 kg) GBU-38 Joint Direct Attack Munition (JDAM) can also be carried. Testing is underway to support the operation of the AIM-92 Stinger air-to-air missile.
- Trading off some of the missiles, the MQ-9 Reaper can carry laser guided bombs, such as the GBU-12. The availability of high performance sensors and large capacity of precision guided weapons enable the new Reaper to operate as an efficient “Hunter-Killer” platform, seeking and engaging targets at high probability of success. It is equipped with an L-3 Communications Tactical Common Datalink (TCDL)
- Tests are underway to allow for the addition of the AIM-92 Stinger air-to-air missile. Air Force believes that the Predator B will give the service an improved “deadly persistence” capability, with the RPV flying over a combat area night and day waiting for a target to present itself
- In this role an armed RPV neatly complements piloted strike aircraft. A piloted strike aircraft can be used to drop larger quantities of ordnance on a target while a cheaper RPV can be kept in operation almost continuously, with ground controllers working in shifts, carrying a lighter ordnance load to destroy targets
drone-mq-9-reaper-missiles-and-weapons
OPERATION
- One important thing to remember about the Reaper (and the Predator as well) is that it is a weapons system and not just an individual drone. Each Reaper system consists of four individual Reaper drones operated by four different flight teams The whole system costs about $54 million to build
- Each Reaper drone is operated remotely by a team of two: a pilot and a sensor operator. The pilot’s primary function is flying the plane, while the sensor operator monitors the performance of the many different sensor systems (like infrared and night-vision cameras) utilized by the Reaper
- The Reapers are deployed in groups of four. Each Reaper — which is similar in size to a small business jet — is controlled by its own two-airman team located at a ground control station
- The teams are actually able to switch control of the drone midflight. So a team at an airbase in Iraq may be responsible for takeoffs and landings from its base but then hand over control to a team in the United States.
CONTROL STATION.
KEMBANGKAN PUNA SEPERTI MQ9 REAPER KEMUDIAN BANGUN SKADRON UAV TNI AU DENGAN PUNA INDONESIA.
Terakhir diubah oleh betome8 tanggal Thu Jun 24, 2010 11:19 am, total 4 kali diubah
Admin Modelator MIK
Jumlah posting : 90 Join date : 04.05.10 Age : 35
Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Thu Jun 10, 2010 11:00 pm
btw riset buat UAV sekelas USA berapaan ya? klu murah kenapa indonesia g buat sekelas USA ato dibawahnya btw napa bppt g minta bantuan ke PT DI ya
betome8 Newbie
Jumlah posting : 86 Join date : 06.05.10
Subyek: Re: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Fri Jun 11, 2010 10:37 am
Admin wrote:
btw riset buat UAV sekelas USA berapaan ya? klu murah kenapa indonesia g buat sekelas USA ato dibawahnya btw napa bppt g minta bantuan ke PT DI ya
YANG JELAS LEBIH MAHAL RISET PESPUR KETIMBANG PUNA .. saran ke pemerintah ri berdayakan SDM RI DAN GUNAKAN PRODUKNYA SEBELUM MEREKA DI PAKAI NEGARA LAIN DAN DIAKUI KARYANNYA.
Admin Modelator MIK
Jumlah posting : 90 Join date : 04.05.10 Age : 35
Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Fri Jun 11, 2010 2:29 pm
btw kenapa bppt ga kerjasama ma pt di kan pt di bisa buat engine baling2? n bodynya jg? apa PT DI ga minat membuat UAV
betome8 Newbie
Jumlah posting : 86 Join date : 06.05.10
Subyek: Re: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Fri Jun 11, 2010 3:04 pm
Admin wrote:
btw kenapa bppt ga kerjasama ma pt di kan pt di bisa buat engine baling2? n bodynya jg? apa PT DI ga minat membuat UAV
menurutku untuk pengembangan puna biar pabrikan swasta yang mengerjakanya KARENA MEREKA SUDAH EKSIS DAN UNTUK MENCEGAH TEKNOKRATNYA DI BAJAK NEGARA LAIN tapi risetnya boleh dari bppt pt di litbang hankam akademika / universitas ESEMKA KEJURUAN biar ada kerjasama saling menguntungkan PT DI KONSENTRASI KE RISET & PEMBUATAN PESAWAT BIAR GAK TUMPANG TINDIH. KELIHATANYA PEMERINTAH RI ITU SEPERTI BERAT TIDAK BERPIHAK PADA SWASTA NASIONAL MAUNYA IMPOR MELULU, MAKSUDNYA BIAR IPDN RI BUMN & SWASTANYA BISA HIDUP GITU.
Terakhir diubah oleh betome8 tanggal Sun Jun 13, 2010 2:24 pm, total 1 kali diubah
Admin Modelator MIK
Jumlah posting : 90 Join date : 04.05.10 Age : 35
Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Sun Jun 13, 2010 12:18 pm
btw ada gambar ga UAV buatan PT DI
betome8 Newbie
Jumlah posting : 86 Join date : 06.05.10
Subyek: Re: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Sun Jun 13, 2010 1:52 pm
Admin wrote:
btw ada gambar ga UAV buatan PT DI
udah diposting boz itu DI ATAS ....
Admin Modelator MIK
Jumlah posting : 90 Join date : 04.05.10 Age : 35
Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Mon Jun 14, 2010 11:27 am
hahhhaa sory saya g melihat soalnya gambarnya banyak
btw harga uav sekelas global hawk berapaan ya? n kenapa ya indonesia g buat yg besar sekalian hehehe
betome8 Newbie
Jumlah posting : 86 Join date : 06.05.10
Subyek: Re: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Mon Jun 14, 2010 2:29 pm
Admin wrote:
hahhhaa sory saya g melihat soalnya gambarnya banyak
btw harga uav sekelas global hawk berapaan ya? n kenapa ya indonesia g buat yg besar sekalian hehehe
sebiji us $22 jeti bro
MUAHAL HAL HAL KALAU BIKIN SENDIRI DENGAN KOMPONEN LOKAL PASTI MURAH RAH RAH....
Admin Modelator MIK
Jumlah posting : 90 Join date : 04.05.10 Age : 35
Subyek: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI. Mon Jun 14, 2010 8:12 pm
lumayan mahal juga harganya hampir sama dgn f-16 yg 25-32juta tp beli satu gpp lah entr suruh bongkar ma pt di n bppt
trus dibuat duplikatnya dgn bahan lokal hehehehehehee
Sponsored content
Subyek: Re: AYO KEMBANGKAN DAN GUNAKAN PRODUKSI ANAK NEGERI.